Langsung ke konten utama

VISIT





welcome to the real adventure.


✧⸝⸝ Divisualisasikan oleh Jang Gyuri


✧⸝⸝ Divisualisasikan oleh Kim Younghoon. 


✧⸝⸝ Divisualisasikan oleh Lalisa Manoban. 


✧⸝⸝ Divisualisasikan oleh Jeon Jungkook. 


  ✧⸝⸝ Divisualisasikan oleh Kim Taehyung. 

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
                             
────────────

๑⸝


#𝐋𝐎𝐎𝐂𝐀𝐋𝐈𝐒𝐌_𝐄𝐕𝐄𝐍𝐓 #𝐋𝐄𝐁𝐔𝐒𝐀𝐍𝐆
▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭


     "Bon, kamu udah bawa semua barangnya kan?" ujar Japeng yang sedari tadi mengecek seisi rumah untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. 

     Boneeto mengacungkan kedua jempol tangannya. "Udah dong. Udah aku cek 10 kali," serunya bersemangat.

     "Kalau udah semua, ayo berangkat. Agam sama Rendra udah siap di mobil." Japeng melangkahkan kaki menuruni tangga yang memutar di samping dinding. 

     Boneeto tersenyum sumir. Melangkahkan kaki menuju dapur, ia mengambil satu barang penting yang sebenarnya belum dimasukkan ke dalam tas ransel. 

     "BONEETO, AYO!" teriak Agam dari bawah. 

     "IYA, SEBENTAR." Boneeto buru-buru memasukkan barang penting tadi ke dalam tas ranselnya, lalu turun ke bawah berkumpul dengan teman-temannya.

     "Kamu ngapain kok lama banget? Katanya tadi udah bawa semua barangnya?" 

     Boneeto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kebiasaannya saat merasa gugup. Ia menyunggingkan senyum kikuk kepada ketiga temannya. 

     "Maaf, ternyata ada satu yang kelupaan," ujarnya menyesal. 

     "Sekarang udah, kan? Ayo naik ke mobil. Keburu siang nanti, panas," sahut Birendra dari dalam mobil. 

     Mereka bertiga mengangguk singkat dan langsung memasuki mobil. Duduk di posisi masing-masing. Boneeto duduk tepat di samping Birendra, sedangkan Agam dan Japeng duduk di kursi belakang. 

     "Aaa, aku nggak sabar nanti di sana. Keren banget pastinya." Boneeto tersenyum senang dan terus mengoceh tentang bagaimana keindahan kastil yang akan mereka kunjungi. 

     Mereka berempat akan mengunjungi kastil kuno yang berada di pedesaan terpencil. Kunjungan ini sudah direncanakan dari dulu namun baru terlaksana sekarang. Yang mencetuskan ide ini adalah Birendra, karena ia juga suka menjelajah ke tempat-tempat kuno yang tidak terjamah manusia atau bisa disebut juga keramat. 

     Kicauan burung yang menyesakki koklea ditambah sarayu sejuk yang menerpa kulit mereka membuat perjalanan kali ini tidak begitu terasa. Birendra menghentikan mobilnya lumayan jauh dari tempat kastel berada. Hal ini bertujuan agar mereka bisa berjalan kaki dan menikmati keindahan pedesaan. 

     "Rendra, jangan jauh-jauh dari aku. Aku takut nyasar pas di dalam kastelnya." Boneeto mendekati Birendra yang sibuk mengikat tali sepatunya. 

     Birendra bangkit lalu mengacak rambut Boneeto singkat. "Nggak akan," ucapnya yakin. 

     "Ren, katanya lo mau nyeritain sejarah kastel ini pas udah nyampe. Ayo, sekarang cerita."

     Birendra membenarkan perkataan Agam. Ia pun menceritakan sejarah kastil ini yang dulu adalah tempat pembantaian warga pribumi oleh para penjajah. Tidak heran jika aura kelam menyelimuti kastil ini. 

     Ketiga temannya memperagakan reaksi yang berbeda seusai Birendra bercerita. Japeng Marses hanya menatap datar, Agam Harjashaka membentuk huruf o dengan bibirnya, sedangkan Boneeto Athaya tidak bisa membendung kekagumannya. 

      "So ... tunggu apa lagi? Ayo masuk." Boneeto memasuki kastel terlebih dahulu, meninggalkan ketiga temannya yang berjalan santai. 

     "Bon, pelan-pelan aja jalannya. Nanti lo kesasar lagi."

     Teguran Agam membuat Boneeto memelankan langkah kakinya. Ia berjalan sejajar dengan ketiga temannya. 

     Agam menyalakan senter dan mengarahkannya ke depan. Cahaya mentari dari luar tidak bisa menjamah bagian dalam kastil secara keseluruhan. Suasananya pengap dan gelap.

     "Gimana kalau kita mencar?" usul Agam tiba-tiba. 

     "Lo gila ya? Ini cewek-cewek lo suruh jalan sendirian di kastel yang udah lama nggak ada pengunjung?" Birendra menaikkan suaranya satu oktaf. Ia menentang saran dari Agam.

     "Udah, ga usah ribut. Ren, kami pasti aman kok. Lagian ga ada siapa-siapa kan disini? Jadi, pasti ga ada yang bakalan ganggu kami," ujar Japeng menengahi. 

     Birendra menatap wajah Boneeto. Ia tidak tega jika harus membiarkan Boneeto berkeliaran di kastil kuno ini seorang diri. 

     "Aku gapapa kok," sahut Boneeto cepat seolah mengetahui kegelisahan Birendra. 

     Birendra mau tak mau harus menyetujui saran Agam yang terdengar aneh. Mereka sepakat akan kembali berkumpul di halaman kastel. 

     Boneeto berjalan menyusuri setiap ruang. Mengamati lukisan yang menatapnya seolah hidup. Netranya berkilat saat melihat biola usang tanpa busur tergeletak di salah satu ruangan. Biola indah yang dibiarkan kesepian di sudut ruang. Ia ingin memainkan biola itu, namun busurnya entah hilang kemana. 

     Boneeto berjalan mendekati biola itu. Bibirnya meniup debu yang menyelimuti awak biola. Ia mengangkat biola itu. Dahinya mengernyit saat melihat lipatan kertas yang disembunyikan di bawah biola. Boneeto membuka lipatan kertas itu. Rasa penasaran di hatinya tidak bisa dibendung lagi. 

   ───────────────────────────
                                 𝑟𝑒𝑎𝑑 𝑡𝒉𝑖𝑠!
   ───────────────────────────
   Pecahkan teka-teki di bawah ini jika ingin
   ──────────────────────────
   menemukan busur biola yang hilang. 
   ───────────────────────────

   ───────────────────────────
   Jamanika menghalau indurasmi yang sibuk
   ───────────────────────────
   menerjang masuk. 
   ───────────────────────────

   ───────────────────────────

     Gadis itu menaikkan sebelah alisnya singkat, setelahnya ia tersenyum puas. Teka-teki ini terlalu mudah untuknya yang bergelut di bidang sastra.

     "Jamanika artinya tirai. Indurasmi artinya sinar rembulan. Tirai menghalau sinar rembulan yang menerjang masuk .... " Gadis itu berpikir sejenak. Sudah terlalu lama sejak ia berhenti menggeluti hobi memecahkan riddle dan teka-teki. "Apa maksudnya ruangan yang nggak terjamah cahaya, ya?"

     Seperti mendapatkan undian, gadis itu segera menyusuri kastel untuk mencari keberadaan ruangan yang dimaksud dalam teka-teki. Netranya menelisik setiap bilik dan akhirnya menemukan ruangan yang dimaksud. Ia segera masuk ke dalam ruangan yang sangat minim pencahayaan itu. 

     Pupil matanya melebar. Ia merutuki kelalaiannya karena lupa membawa senter. Untung saja penglihatannya masih baik, jadi dia masih bisa melihat walaupun samar. 

     Setelah sekitar 10 menit mencari, akhirnya ia menemukan busur biola itu. Ia mengambil busur itu dan segera memainkan biola usang tadi. Menyeramkan memang, bermain biola di tengah tempat yang mencekam. Tapi, Boneeto candu akan alunan menenangkan dari biola.

     Mata Boneeto membelalak, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang. Biola yang bertengger manis di bahunya ia turunkan perlahan. Tidak mungkin tadi ia berhalusinasi, karena jelas-jelas ada telapak tangan yang baru saja menyentuh pundaknya. Boneeto memutuskan untuk membalikkan tubuhnya.

     "Hai, nona."

     Boneeto terjungkal ke belakang saat suara bariton menyesakki rungunya. Ia memejamkan mata sembari memeluk biolanya erat-erat.

     "Jangan takut." Suara bariton itu kembali berbicara. "Aku menjadi semakin senang saat mimik ketakutan menghiasi romanmu."

     "Sebelum pertunjukan dimulai. Perkenalkan, aku Tarangga Arsanta."

     "Aku tidak peduli." Boneeto mendongakkan kepala. Masih dengan ekspresi yang sama yaitu, ketakutan. 

     Tarangga mendekatkan wajahnya ke telinga Boneeto. "Kamu menyebalkan. Saya akan membunuh kamu dengan segera," ucapnya lirih. 

     Boneeto mengeluarkan barang penting yang tadi ia bawa dan langsung menusukkannya ke kaki Tarangga. Tarangga terduduk, wajahnya murka. Mimik wajah Boneeto berubah drastis, dari yang semula ketakutan menjadi senyuman meremehkan. 

     Boneeto kembali menusuk Tarangga di bagian tangan. Tarangga sempat melawan beberapa kali, namun serangan tiba-tiba Boneeto ke kaki dan tangannya membuat dia kesulitan. Boneeto menusuk lalu mengoyak perut Tarangga dengan mudahnya. Usus Tarangga mencuat, darah dimana-mana. Belum puas sampai disitu, Boneeto mencongkel kedua mata Tarangga. Sentuhan terakhir, ia menusuk tepat di jantung Tarangga untuk memastikan Tarangga benar-benar mati. 

     "Seharusnya kamu ga berusaha nyerang psikopat veteran seperti aku. Cih, dasar." Boneeto memasukkan pisau kecil tadi ke dalam saku. "Darahnya minum nggak, ya? Gausah deh. Ga sudi minum darah pengecut."

     Boneeto segera memasang mimik ketakutan dan berlari menuju halaman kastil. Tempat teman-temannya berada. 

     "Bon, bajumu ada bercak darah. Kamu habis ketemu psikopat? Tapi, kamu baik-baik aja kan?" Birendra langsung menghujani Boneeto dengan berbagai pertanyaan saat Boneeto tiba. 

     "Kamu aku telpon kenapa ga aktif?" tanya Japeng. 

     "Lo tahu nggak? Tadi gue lihat psikopat lagi bunuh orang di gudang. Untung aja psikopatnya nggak lihat gue dan lebih gilanya lagi psikopatnya cewek. Tapi gue ga bisa lihat jelas, soalnya cahayanya minim banget. Walau samar, gue yakin psikopatnya cewek. Setelah itu gue langsung telepon Japeng Sama Birendra." Japeng dan Birendra mengangguki ucapan Agam. 

     "Yaudah, ayo sekarang pulang." Japeng dan Agam mengangguk setuju. Namun tidak dengan Boneeto. Sedari tadi ia hanya diam.

     "Ayo, pulang ke surga. Karena psikopat yang Agam lihat itu, aku," sahut Boneeto lirih namun masih bisa didengar oleh ketiga temannya. 




THE END. 
     

Komentar